Kaum muslimin, semoga Allah meneguhkan kita di atas Islam
yang haq. Sesungguhnya salah satu penyebab utama kemunduran dan kelemahan umat
Islam pada masa sekarang ini adalah karena mereka tidak memahami hakikat
kejahiliyahan yang menimpa bangsa Arab di masa silam. Mereka menyangka
bahwasanya kaum kafir Quraisy jahiliyah adalah orang-orang yang tidak beribadah
kepada Allah sama sekali. Atau lebih parah lagi mereka mengira bahwasanya kaum
kafir Quraisy adalah orang-orang yang tidak beriman tentang adanya Allah [?!]
Duhai, tidakkah mereka memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an dan lembaran sejarah
yang tercatat rapi dalam kitab-kitab hadits ?
Kaum kafir Quraisy mengenal Allah
Janganlah terkejut akan hal ini, cobalah simak firman
Allah ta’ala yang artinya, “Katakanlah; Siapakah yang
memberikan rezki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang
berkuasa menciptakan pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang
mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan siapakah yang mengeluarkan yang
mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan. Maka sungguh
mereka akan mengatakan, ‘Allah’….” (QS. Yunus: 31) Syaikh Shalih Al
Fauzan hafizhahullah menjelaskan bahwa kaum musyrikin pada
masa itu mengakui Allah subhanahu wa ta’ala adalah pencipta,
pemberi rezki serta pengatur urusan hamba-hamba-Nya. Mereka meyakini di tangan
Allah lah terletak kekuasaan segala urusan, dan tidak ada seorangpun diantara
kaum musyrikin itu yang mengingkari hal ini (lihat Syarh Kitab Kasyfu
Syubuhaat). Dan janganlah anda terkejut apabila ternyata mereka pun
termasuk ahli ibadah yang mempersembahkan berbagai bentuk ibadah kepada
Allah ta’ala.
Kafir Quraisy rajin beribadah
Anda tidak perlu merasa heran, karena inilah realita. Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menceritakan bahwasanya
kaum musyrikin yang dihadapi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
orang-orang yang rajin beribadah. Mereka juga menunaikan ibadah haji,
bersedekah dan bahkan banyak berdzikir kepada Allah. Mengomentari hal ini
Syaikh Shalih Al-Fauzan mengatakan bahwa kaum musyrikin Quraisy yang didakwahi
oleh Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kaum yang beribadah
kepada Allah, akan tetapi ibadah tersebut tidak bermanfaat bagi mereka
karena ibadah yang mereka lakukan itu tercampuri dengan syirik akbar. Sama
saja apakah sesuatu yang diibadahi disamping Allah itu berupa patung, orang
shalih, Nabi, atau bahkan malaikat. Dan sama saja apakah tujuan pelakunya
adalah demi mengangkat sosok-sosok tersebut sebagai sekutu Allah atau bukan,
karena hakikat perbuatan mereka adalah syirik. Demikian pula apabila niatnya
hanya sekedar menjadikan sosok-sosok itu sebagai perantara ibadah dan penambah
kedekatan diri kepada Allah. Maka hal itu pun dihukumi syirik (lihat Syarh
Kitab Kasyfu Syubuhaat, Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Dua pelajaran berharga
Dari sepenggal kisah di atas maka ada dua buah pelajaran
berharga yang bisa dipetik. Pertama; pengakuan seseorang bahwa
hanya Allah lah pencipta, pemberi rezki dan pengatur segala urusan tidaklah
cukup untuk membuat dirinya termasuk dalam golongan pemeluk agama Islam.
Sehingga sekedar mengakui bahwasanya Allah adalah satu-satunya pencipta,
penguasa dan pengatur belum bisa menjamin terjaganya darah dan hartanya. Bahkan
sekedar meyakini hal itu belum bisa menyelamatkan dirinya dari siksaan
Allah. Kedua; apabila peribadatan kepada Allah disusupi dengan
kesyirikan maka hal itu akan menghancurkan ibadah tersebut. Oleh sebab itu
ibadah tidak dianggap sah apabila tidak dilandasi dengan tauhid/ikhlas
(lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat, Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Dengan demikian sungguh keliru anggapan sebagian orang yang
mengatakan bahwasanya tauhid itu cukup dengan mengakui Allah sebagai
satu-satunya pencipta dan pemelihara alam semesta. Dan dengan modal anggapan
yang terlanjur salah ini maka merekapun bersusah payah untuk mengajak manusia
mengenali bukti-bukti alam tentang keberadaan dan keesaan wujud-Nya dan justru
mengabaikan hakikat tauhid yang sebenarnya. Atau yang mengatakan bahwa selama
orang itu masih mengucapkan syahadat maka tidak ada sesuatupun yang bisa
membatalkan keislamannya. Atau yang membenarkan berbagai macam praktek
kesyirikan dengan dalih hal itu dia lakukan dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah. Atau yang mengatakan bahwa para wali yang sudah meninggal itu
sekedar perantara untuk bisa mendekatkan diri mereka yang penuh dosa kepada
Allah yang Maha Suci. Lihatlah kebanyakan praktek kesyirikan yang merebak di
tengah-tengah masyarakat Islam sekarang ini, maka niscaya alasan-alasan semacam
ini -yang rapuh serapuh sarang laba-laba- yang mereka lontarkan demi
melapangkan jalan mereka untuk melestarikan tradisi dan ritual-ritual syirik.
‘Kita ‘kan tidak sebodoh kafir Quraisy’
Barangkali masih ada orang yang bersikeras mengatakan,
“Jangan samakan kami dengan kaum kafir Qurasiy. Sebab kami ini beragama Islam,
kami cinta Islam, kami cinta Nabi, dan kami senantiasa meyakini Allah lah
penguasa jagad raya ini, tidak sebagaimana mereka yang bodoh dan dungu
itu!” Allahu akbar, hendaknya kita tidak terburu-buru menilai orang
lain bodoh dan dungu sementara kita belum memahami keadaan mereka. Saudaraku,
cermatilah firman Allah ta’ala yang artinya, “Katakanlah;
‘Milik siapakah bumi beserta seluruh isinya, jika kalian mengetahui ?’ Maka
niscaya mereka akan menjawab, ‘Milik Allah’. Katakanlah,’Lalu tidakkah kalian mengambil
pelajaran ?’ Dan tanyakanlah; ‘Siapakah Rabb penguasa langit yang tujuh dan
pemilik Arsy yang agung ?’ Niscaya mereka menjawab,’Semuanya adalah milik
Allah’ Katakanlah,’Tidakkah kalian mau bertakwa’ Dan tanyakanlah,’Siapakah Dzat
yang di tangannya berada kekuasaan atas segala sesuatu, Dia lah yang Maha
melindungi dan tidak ada yang sanggup melindungi diri dari azab-Nya, jika
kalian mengetahui ?’ Maka pastilah mereka menjawab, ‘Semuanya adalah kuasa
Allah’ Katakanlah,’Lantas dari jalan manakah kalian ditipu?.’” (QS.
Al-Mu’minuun: 84-89)
Nah, ayat-ayat di atas demikian gamblang menceritakan kepada
kita tentang realita yang terjadi pada kaum musyrikin Quraisy dahulu. Meyakini
tauhid rububiyah tanpa disertai dengan tauhid uluhiyah tidak
ada artinya. Maka sungguh mengherankan apabila ternyata masih ada orang-orang
yang mengaku Islam, rajin shalat, rajin puasa, rajin naik haji akan tetapi
mereka justru berdoa kepada Husain, Badawi, Abdul Qadir Al-Jailani. Maka
sebenarnya apa yang mereka lakukan itu sama dengan perilaku kaum musyrikin
Quraisy yang berdoa kepada Laata, ‘Uzza dan Manat. Mereka pun sama-sama
meyakini bahwa sosok yang mereka minta adalah sekedar pemberi syafaat dan
perantara menuju Allah. Dan mereka juga sama-sama meyakini bahwa sosok yang mereka
jadikan perantara itu bukanlah pencipta, penguasa jagad raya dan pemeliharanya.
Sungguh persis kesyirikan hari ini dengan masa silam. Sebagian orang mungkin
berkomentar, “Akan tetapi mereka ini ‘kan kaum muslimin” Syaikh Shalih
Al-Fauzan menjawab,”Maka kalau dengan perilaku seperti itu mereka masih layak
disebut muslim, lantas mengapa orang-orang kafir Quraisy tidak kita sebut
sebagai muslim juga ?! Orang yang berpendapat semacam itu tidak memiliki
pemahaman ilmu tauhid dan tidak punya ilmu sedikitpun, karena sesungguhnya dia
sendiri tidak mengerti hakikat tauhid” (lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat,
Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Maka wahai saudaraku kaum muslimin, janganlah menjadi
seperti kafir Quraisy yang mengakui Allah sebagai satu-satunya Pencipta dan Penguasa
Alam Semesta, namun ibadah mereka kepada Allah tercampuri dengan kesyirikan.
Akan tetapi jalan kaum muslimin yang sesungguhnya adalah mengerti hakikat
tauhid dan mengamalkannya. Hanya kepada Allah-lah kita memohon petunjuk ke
jalan yang lurus. Wallahu a’lam. [Ari Wahyudi]
Oleh: Ari Wahyudi
0 komentar:
Posting Komentar